Pertama lihat band ini manggung kalau nggak salah sekitar tahun 1995, waktu itu ada di halaman parkir gedung RRI programa 2 yang lebih dikenal dengan Radio Pro 2 FM Bali Denpasar di jalan W.R. Supratman. Jadi inget udah lama banget nggak denger radio dengan enought quality time. Back to Superman Is Dead (S.I.D), kala itu Superman Is Dead jauh banget dari “Young, Drunk, and Handsome” hahaha kalau young and drunk ok-lah mungkin, tapi kalau handsome? hahaha. Waktu itu Superman Is Dead masih seumuran anak smu (mungkin sebaya denganku) dengan kelapa plontos semua. Superman Is Dead menyanyikan lagu-lagu Greenday yang waktu itu memang lagi top-topnya, dan Superman Is Dead menyanyikannya dengan sangat mirip dengan Greenday sampai bikin gwe melongo terkagum abg “Who the hell is this band?” why I never hear about it? Kemana aja gwa?
Di masa-masa itu band-band yang menonjol di bali bisa dihitung dengan jari dan itupun karena mereka dengan sangat piawai/mirip membawakan lagu-lagu orang lain. Bukan salah mereka, they do have their song but the audience just don’t give a damn ketika mereka mencoba menyanyikannya di sela-sela performance mereka. Apalagi dengan culture penonton bali waktu itu yang masih “ngekoh-ngekohan” susah untuk membuat mereka benar-benar excited untuk mendekat ke panggung dan berdansa. Jangankan band lokal waktu gigi aja manggung di Arda Chandra yang di depan panggung moshing dan sok seru cuma gwa, temen-temen dari SMU 4 dan beberapa temen-temen dari SMU 2 dan Swastiastu yang biasa nongkrong di Pertokoan Genteng Biru di bilangan Jl. Diponegoro Denpasar. Aduh kangen pisang kejunya Ricky Bandung si Ramah masih idup nggak yah itu orang. Penonton yang lain cuma mangguk-manguk dari bangku theatre yang dipisahkan dengan kolam.
Di masa-masa itu music punk baru mulai mendapat tempat di Bali scene, ya iyalah jaman itu khan gondrong metal adalah segalanya. Anak kuliahan stylenya pada masa itu hampir sama rambut gondrong, kaos butut, celana cutbray, sepatu chiko, dompet kulit rantai, pake tindik telinga, bawa tas selempang jeans dengan gambar muka Lars Ulric di cover “Black Album” hahaha so old school! Music yang digandrungi waktu itu selain metal, slow rock dan tentunya reggae. band band yang ngetop waktu itu seperti Dewata Band my-ex fav, Legend Band dengan vokalisnya sangat mirip dengan Bob Marley…howsome! Bisa dikatakan saat-saat itu apa itu music indie baru masuk ke Bali, bersamaan dengan pesta pelajar pertama digelar dan banyak melahirkan band-band baru (lebih dikenal audience).Bisa dibilang untuk urusan berburu panggung music gwe dikenalkan oleh kakak sepupu gwe “Podol” yang kalau itu kuliah di Teknik Arsitek Udayana yang notabene anak-anaknya waktu itu metal banget, mereka punya event yang namanya Granat (Gelar Aksi Anak Teknik) kalau nggak salah. Di event itu banyak band-band lokal bali bermunculan. Setelah lulus SMU sayangnya gwa tidak bisa mengikuti perkembangan music indie di bali karena harus kuliah di Jogja.
Superman Is Dead, sekarang sudah 11 tahun harapan S.I.D seperti yang direlease di websitemereka “Ini adalah kontinuitas ekspresi bingar S.I.D akan cinta dan cita-cita pada musik, kemerdekaan berpendapat, serta harapan untuk terus rukun damai sentosa di buana Bhineka Tunggal Ika.” sangat mengena dari kondisi sekarang ini. Terlepas dari issue yang disebarkan oleh orang-orang yang tidak bertanggung jawab bahwa S.I.D “Anti Jawa” yang jelas-jelas dibantah oleh Jerinx. Sempat beredar issue bahwa ditangan kiri Drumer Superman Is Dead ini ada tattow bertuliskan “FUCK JAVA” yang dibantah keras oleh Jerinx seperti di tulisannya di sini, dan di beberapa wawancara di media hal ini dulu sering di konfirmasikan ke pihak S.I.D. dan tentunya fitnah tersebut tidak berdasar. Dulu sebelum ketika di Jogja aku menerima saja ketika denger dari temen-temen kalau mereka manggung dilempari di panggung dan seolah-olah S.I.D tidak diterima di scene Jawa, tapi beberapa waktu lalu aku sempat mengantar teman dari Jogja ke markas S.I.D. untuk membawa titipan bingkisan dari Shaggy Dog. Menurut cerita temenku mereka S.I.D dan Shaggy Dog dan Indie Scene di lingkungannya baik-baik saja. Superman Is Dead juga banyak menggelar pertunjukan amal untuk bencana akhir-akhir ini di Indonesia, konser amal dilakukan baik di Bali atau di Jawa sendiri. Tidak ada penggotak-kan atas aliran music, komunitas, suku atau apapun yang membuat kita nampak berbeda.
WELCOME TO MY BLOG
Thursday, November 29, 2007
Wednesday, October 31, 2007
MakNa IduL fiTri
ASS... Pak ini tugas dari saya, saya akan menerangkan tentang makna idul fitri. Kita punya istilah ‘id. Dalam Islam, ada Idul Fitri ada Idul Adha. ‘Id berasal dari bahasa Arab dari akar kata ‘ada, kembali. Secara etimologis, Idul Fitri berarti “kembali berbuka.” Ini mungkin juga sekaligus meluruskan pemahaman kita tentang al-fitr. Selama ini, Idul Fitri diartikan “kembali ke fitrah.” Sebenarnya yang tepat adalah “kembali berbuka.” Fitr berbeda dengan fitrah. Satu fatarah, satu fitrah memakai ta’ marbutah, sedangkan al-fitr dalam kata Idul Fitri tidak memakai ta’ marbutah.
Tetapi apapun namanya istilah Idul Fitri buat kita adalah “mengungkapkan suatu kegembiraan setelah kurang lebih satu bulan kita yang beragama Islam berpuasa di siang hari dan kembali seperti biasa makan, minum dan berhubungan seks di siang hari.” Tapi bagi kita yang penting adalah Idul Fitri berarti “kembali ke kampung halaman rohani.” Dengan demikian, yang harus mudik itu sesungguhnya bukan dalam arti biologis. Coba kita lihat akhir-akhir ini mudik lebaran bukan main luar biasa, sampai “merepotkan” semua pihak. Padahal yang urgens adalah melakukan “mudik spiritual, mudik rohani.”
Sekian dari saya pak, kurang dan lebihnya saya mohon maaf.
WASSSS........
Monday, June 18, 2007
about me
Siapa aku...mungkin tak penting bagi Anda tau..yang pasti aku adalah pengembara...yang meniti jalan kehidupan dengan tongkat kesederhanaa diatas perahu iman,hingga suatu hari nanti aku berharap dapat sampai pada akhir sebuah perjalanan menuju kehidupan yang panjang yang penuh kemenangan dan keridhoan.Jika Anda tetap ingin tahu siapa aku?? maka hilangkanlah kencian dalam dada dan tebarkanlah aroma bunga bunga persahabatan dan perdamaian dalam jiwa..karena aku akan menyapa Anda dengan senyuman yang terindah dalam jembatan Ukhuwah....
View my complete profile
View my complete profile
Monday, June 4, 2007
asal usul minyak bumi
Asal-usul Minyak Bumi
Oleh admin
Selasa, 27 Maret 2007 00:06:49 Klik: 4034
Saat ini, sejumlah besar ilmuwan secara umum berpendapat bahwa minyak bumi adalah makhluk hidup purbakala yang di bawah tekanan suhu tinggi dan setelah melalui proses pengolahan dalam jangka waktu yang panjang serta lamban, maka makhluk hidup zaman purbakala baru berubah menjadi minyak bumi. Namun, yang membuat para ilmuwan bingung adalah sebenarnya butuh berapa kali organisme prasejarah dalam skala besar terkumpul dan terkubur, baru bisa menghasilkan minyak bumi yang sedemikian banyak seperti sekarang ini?
Masalah ini terjawab di majalah Scientist akhir November 2003. Penulis artikel tersebut yakni Jeffry S. Dukes dari Universitas Utah, melalui hasil hitungan dari data industri dan geokimia serta biologi yang ada sekarang: 1 galon minyak bumi Amerika, ternyata membutuhkan 90 ton tumbuhan purbakala sebagai bahan material, artinya 1 liter minyak bumi berasal dari 23,5 ton tumbuhan purbakala. Lalu berapa tumbuhan yang dapat mencapai 23,5 ton itu? Hasil hitungan didapati, bahwa itu setara dengan 16.200 meter persegi jumlah tanaman gandum, teremasuk daun, tangkai dan seluruh akarnya.
Mengapa membutuhkan makhluk hidup purbakala dalam jumlah yang sedemikian besar baru bisa mengubahnya menjadi minyak bumi? Penyebabnya adalah bahwa minyak bumi harus di bawah tekanan suhu tinggi, dengan demikian baru bisa menghasilkan minyak bumi, lalu setelah makhluk hidup purbakala mati, jika penguburan tidak cepat, maka akan lapuk dan terurai. Namun, masalahnya adalah sebenarnya berapa besar rasio makhluk hidup purbakala berubah menjadi energi fosil? Penulis mengatakan: Kurang dari 1/10.000! Sebab sebagian besar karbon kembali ke atmosfer setelah melalui penguraian. Dan sejumlah kecil yang tersisa baru dapat berubah menjadi bahan bakar fosil.
Selanjutnya penulis mengatakan: Berdasarkan hitungan jumlah pemakaian minyak bumi seluruh dunia tahun 1997, energi fosil yang dihabiskan seluruh dunia waktu itu setara dengan 400 kali lipat jumlah semua tumbuhan di atas bumi yang bisa menghasilkan minyak.
Dilihat dari segi lainnya, data geologi menunjukkan, bahwa bumi pada zaman purbakala mutlak tidak mungkin lebih besar ukurannya dibanding bumi saat ini, lagi pula jumlah kandungan oksigen di udara dan suhu udara pada zaman purbakala kurang lebih 30% lebih tinggi dibanding bumi saat ini, atau dengan kata lain, kecepatan busuknya makhluk hidup lebih cepat dibanding sekarang. Seandainya minyak bumi berasal dari jasad makhluk hidup melalui sirkulasi karbon, maka meskipun bentuk tubuh makhluk hidup purbakala lebih besar, namun jika rasio penguburan lebih cepat dan skala besar malahan sangat rendah juga akan sangat sulit, ini adalah yang bisa diketahui dari fosil dinosaurus yang tidak sempurna dan tidak banyak jumlahnya, yang hanya dapat kita gali sekarang ini. Sebuah fosil individual dinosaurus yang demikian tidak mudah untuk disimpan, lalu berapa besar rasionya jasad dinosaurus dalam skala besar yang harus segera dikubur?
Dilihat dari inferensi ilmu pengetahuan nyata modern, jika hipotesa mengenai jasad dinosaurus berubah menjadi minyak bumi sulit dipertahankan, maka bagaimanapun juga rasanya sang arif penciptanya atau sang dewa penciptanya juga merupakan suatu jalan pemecahannya!
Oleh admin
Selasa, 27 Maret 2007 00:06:49 Klik: 4034
Saat ini, sejumlah besar ilmuwan secara umum berpendapat bahwa minyak bumi adalah makhluk hidup purbakala yang di bawah tekanan suhu tinggi dan setelah melalui proses pengolahan dalam jangka waktu yang panjang serta lamban, maka makhluk hidup zaman purbakala baru berubah menjadi minyak bumi. Namun, yang membuat para ilmuwan bingung adalah sebenarnya butuh berapa kali organisme prasejarah dalam skala besar terkumpul dan terkubur, baru bisa menghasilkan minyak bumi yang sedemikian banyak seperti sekarang ini?
Masalah ini terjawab di majalah Scientist akhir November 2003. Penulis artikel tersebut yakni Jeffry S. Dukes dari Universitas Utah, melalui hasil hitungan dari data industri dan geokimia serta biologi yang ada sekarang: 1 galon minyak bumi Amerika, ternyata membutuhkan 90 ton tumbuhan purbakala sebagai bahan material, artinya 1 liter minyak bumi berasal dari 23,5 ton tumbuhan purbakala. Lalu berapa tumbuhan yang dapat mencapai 23,5 ton itu? Hasil hitungan didapati, bahwa itu setara dengan 16.200 meter persegi jumlah tanaman gandum, teremasuk daun, tangkai dan seluruh akarnya.
Mengapa membutuhkan makhluk hidup purbakala dalam jumlah yang sedemikian besar baru bisa mengubahnya menjadi minyak bumi? Penyebabnya adalah bahwa minyak bumi harus di bawah tekanan suhu tinggi, dengan demikian baru bisa menghasilkan minyak bumi, lalu setelah makhluk hidup purbakala mati, jika penguburan tidak cepat, maka akan lapuk dan terurai. Namun, masalahnya adalah sebenarnya berapa besar rasio makhluk hidup purbakala berubah menjadi energi fosil? Penulis mengatakan: Kurang dari 1/10.000! Sebab sebagian besar karbon kembali ke atmosfer setelah melalui penguraian. Dan sejumlah kecil yang tersisa baru dapat berubah menjadi bahan bakar fosil.
Selanjutnya penulis mengatakan: Berdasarkan hitungan jumlah pemakaian minyak bumi seluruh dunia tahun 1997, energi fosil yang dihabiskan seluruh dunia waktu itu setara dengan 400 kali lipat jumlah semua tumbuhan di atas bumi yang bisa menghasilkan minyak.
Dilihat dari segi lainnya, data geologi menunjukkan, bahwa bumi pada zaman purbakala mutlak tidak mungkin lebih besar ukurannya dibanding bumi saat ini, lagi pula jumlah kandungan oksigen di udara dan suhu udara pada zaman purbakala kurang lebih 30% lebih tinggi dibanding bumi saat ini, atau dengan kata lain, kecepatan busuknya makhluk hidup lebih cepat dibanding sekarang. Seandainya minyak bumi berasal dari jasad makhluk hidup melalui sirkulasi karbon, maka meskipun bentuk tubuh makhluk hidup purbakala lebih besar, namun jika rasio penguburan lebih cepat dan skala besar malahan sangat rendah juga akan sangat sulit, ini adalah yang bisa diketahui dari fosil dinosaurus yang tidak sempurna dan tidak banyak jumlahnya, yang hanya dapat kita gali sekarang ini. Sebuah fosil individual dinosaurus yang demikian tidak mudah untuk disimpan, lalu berapa besar rasionya jasad dinosaurus dalam skala besar yang harus segera dikubur?
Dilihat dari inferensi ilmu pengetahuan nyata modern, jika hipotesa mengenai jasad dinosaurus berubah menjadi minyak bumi sulit dipertahankan, maka bagaimanapun juga rasanya sang arif penciptanya atau sang dewa penciptanya juga merupakan suatu jalan pemecahannya!
Tuesday, May 29, 2007
MENGANGKAT KEMBALI SASTRA MARJINAL
Mengangkat Kembali Sastra Marjinal
JUDUL: Sastra-Pra Antologi Indonesia Tempo Doeloe
PENULIS: F Wiggers, G Francis, Tio Ie Soei, FDJ Pengemanann, H Kommer
PENYUSUN: Pramoedya Ananta Toer
PENERBIT: Lentera Dipantara, Februari 2003
TEBAL: 411 ha.
***
MENCERMATI buku pelajaran bahasa Indonesia yang digunakan sebagai pedoman dalam pengajaran sastra di sekolah-sekolah, tampak bagaimana pengaruh politik dalam perkembangan sastra kita. Selama 32 tahun, murid-murid sekolah ini belajar tentang sastra Indonesia dalam versi yang sudah diakui oleh penguasa (baca: pemerintah Orde Baru), yakni sastra yang termasuk dalam kategori sastra tinggi (yang dengan sendirinya memakai bahasa tinggi), dan ditulis oleh pengarang-pengarang yang haluan politiknya sejalan dengan penguasa.
KARENA itu, yang paling diingat dari sejarah sastra pada akhirnya hanyalah nama-nama, karya-karya, atau juga ingatan yang sepenggal tentang Balai Pustaka. Dalam buku pelajaran bahasa dan sastra Indonesia, sejarah (sastra) menja- di tidak kontekstual dan nir-makna.
Politik sastra telah meminggirkan pengarang-pengarang, menimbun karya-karya mereka dalam gudang arsip dan menguning dimakan zaman, serta meneguhkan dominasi satu genre atas genre yang lain. Dengan begitu, lenyaplah "sastrawan marjinal" ini dalam lipatan sejarah. Mereka hanya disimpan oleh orang-orang yang menganggap semua catatan dan karya selalu berarti, dan menjadi rekaman kritis terhadap kondisi sosial politik pada suatu zaman.
Buku "Tempo Doeloe" yang disusun oleh Pramoedya ini bisa menjadi usaha untuk mengurai kembali-secara tidak langsung-politik sastra di masa lalu. Pramoedya memunculkan kembali nama-nama penulis yang sekarang ini terlupakan dan tak tercatat dalam sejarah sastra.
Ada beberapa penulis yang menyumbangkan karyanya dalam buku ini. Mereka adalah F Wiggers, yang menulis kisah "Soerapati Hakim Pengadilan (Bagian keenam dari: Dari Boedak Sampe Djadi Radja"), Tio Ie Soei dengan karyanya "Pieter Elberveld" (Satoe Kedjadian jang Betoel di Betawi), FDJ Pengemanann yang menulis dua cerita, yaitu "Tjerita Rossina" dan "Tjerita Si Tjonat", G Francis dengan kisahnya yang terkenal "Tjerita Njai Dasima", serta H Kommer dengan "Tjerita Kong Hong Nio" dan "Tjerita Nji Paina". Semuanya berkarya di awal abad ke-20.
MENURUT Pramoedya, terhapusnya nama-nama ini-juga karya- karya mereka, kecuali Nyai Dasima yang masih populer hingga sekarang-disebabkan oleh beberapa faktor. Yang pertama, karena pada waktu itu buku belumlah menjadi komoditas, sehingga tidak ada proses cetak ulang terhadap karya-karya yang telah dipublikasikan.
Kedua, karena pada waktu itu kebudayaan Islam sedang mengalami masa keemasan (sebagai pengaruh dari kemenangan pasukan Turki di bawah pimpinan Kemal Pasya), maka ada kecenderungan cerita-cerita yang berbau Eropa agak dilupakan orang, dan berganti dengan cerita- cerita yang penuh nuansa Islami. Dalam hal ini, Pramoedya mengajukan contoh pergeseran cerita dalam komedi Stambul.
Kemudian, faktor ketiga adalah karena penggunaan bahasa Melayu-baik Melayu Pasar maupun Melayu Tinggi-dalam karya-karya ini. Karya dengan bahasa Melayu, terutama Melayu Pasar, oleh pemerintah tak dimasukkan dalam kategori sastra Indonesia.
Pada saat itu yang mempunyai otoritas menentukan mutu karya sastra adalah Balai Pustaka, sebuah badan milik pemerintah, yang tugasnya memproduksi buku bacaan untuk pemeliharaan bahasa Melayu yang diajarkan di sekolah.
Pramoedya mengajak kita melihat wacana yang menjadi inspirasi penulisan sastra di masa lalu, khususnya pada awal abad ke-20. Ini memunculkan pertanyaan-pertanyaan lanjutan: tulisan-tulisan dan kisah-kisah apakah yang dibaca oleh kalangan intelektual dan masyarakat menengah pada waktu itu-karena pastilah yang bisa membaca hanya kalangan menengah-dan bagaimana karya sastra yang dihasilkan pada waktu itu memberikan gambaran yang kontekstual tentang apa yang terjadi pada suatu masa?
Delapan cerita yang ada dalam buku ini menunjukkan bahwa kolonialisme termasuk wacana penting yang mewarnai tema-tema karya sastra, meskipun kemudian hal ini tidak lantas menunjukkan keterkaitan yang langsung antara para penulis dan sikap mereka terhadap kolonialisme. Cerita "Soerapati Hakim Pengadilan", misalnya, menunjukkan simpati mendalam dari F Wiggers terhadap tokoh Untung Soerapati yang dengan gigih terus-menerus mengobarkan perlawanan menentang penjajah Belanda.
Kepahlawanan Soerapati menjadi semakin menonjol dalam cerita ini bukan saja karena pertentangannya dengan penjajah. Melainkan juga karena ia dengan terang-terangan bersikap konfrontatif terhadap para bangsawan yang bersekongkol dengan penjajah dan merugikan rakyat jelata.
Sementara kisah-kisah yang lain menangkap sisi yang berbeda dari kolonialisme. Beberapa di antaranya mengangkat kisah percintaan antara tuan-tuan Belanda dengan perempuan pribumi. Ini adalah isu yang cukup populer pada masa itu, karena biasanya kisah nyai menjadi sumber gosip dalam kehidupan sehari-hari masyarakat.
Kehidupan nyai yang diperbudak oleh tuan Belanda merepresentasikan kisah perempuan yang terampas kebebasannya-meskipun mereka mendapatkan pemenuhan materi yang cukup. Dan kisah nyai ini menjadi inspirasi bagi beberapa kisah yang ditulis sendiri oleh Pramoedya, misalnya dalam "Tetralogi Bumi Manusia" dan "Gadis Pantai".
BUKU ini sengaja diterbitkan dengan bahasa dan ejaan aslinya. Menurut sang penerbit, pilihan untuk tetap mempertahankan ejaan dari masa sebelum ada Ejaan yang Disempurnakan (EYD) ini adalah usaha untuk melihat lebih dalam bagaimana sesungguhnya kekuatan bahasa Melayu Pasar itu dalam anomali bahasa kontemporer.
Kehadiran bahasa Indonesia sendiri adalah representasi sebuah penjelajahan bahasa dalam sejarah pembentukan bangsa. Tentang hal ini, Hilmar Farid (1994) memberikan gambaran tentang bagaimana sejarah bahasa Indonesia memiliki kaitan yang erat dengan pembentukan bangsa, termasuk di dalamnya kaitan bahasa dengan politik kelas dari masa ke masa.
Meskipun pada awal abad ke-20 bahasa Melayu Pasar atau Melayu Rendah digunakan hampir di semua surat kabar yang terbit di Hindia Belanda pada waktu itu, tetapi pada akhirnya pemerintah kolonial mengangkat bahasa Melayu Tinggi yang disusun oleh CA van Ophuijsen sebagai "bahasa yang resmi". Dan bahasa inilah yang akhirnya berkembang terus-menurut Hilmar, nyaris tanpa hambatan-menjadi bahasa yang sekarang ini kita kenal sebagai "Bahasa Indonesia".
Mungkin, karena kita sendiri telah terbiasa dengan ejaan yang disempurnakan, maka akan ada sedikit kesulitan untuk bisa membaca dengan cepat kisah-kisah yang termuat dalam buku ini. Namun pilihan tetap mempertahankan ejaan lama, harus diakui, adalah usaha yang cukup unik dalam usaha mendemokratisasikan bahasa agar kita keluar sejenak dari hegemoni bahasa yang terus-menerus didesakkan negara.
Alia Swastika Anggota KUNCI Cultural Studies Center, Yogyakarta
Search :
Design By KCM
Copyright © 2002 Harian KOMPAS
JUDUL: Sastra-Pra Antologi Indonesia Tempo Doeloe
PENULIS: F Wiggers, G Francis, Tio Ie Soei, FDJ Pengemanann, H Kommer
PENYUSUN: Pramoedya Ananta Toer
PENERBIT: Lentera Dipantara, Februari 2003
TEBAL: 411 ha.
***
MENCERMATI buku pelajaran bahasa Indonesia yang digunakan sebagai pedoman dalam pengajaran sastra di sekolah-sekolah, tampak bagaimana pengaruh politik dalam perkembangan sastra kita. Selama 32 tahun, murid-murid sekolah ini belajar tentang sastra Indonesia dalam versi yang sudah diakui oleh penguasa (baca: pemerintah Orde Baru), yakni sastra yang termasuk dalam kategori sastra tinggi (yang dengan sendirinya memakai bahasa tinggi), dan ditulis oleh pengarang-pengarang yang haluan politiknya sejalan dengan penguasa.
KARENA itu, yang paling diingat dari sejarah sastra pada akhirnya hanyalah nama-nama, karya-karya, atau juga ingatan yang sepenggal tentang Balai Pustaka. Dalam buku pelajaran bahasa dan sastra Indonesia, sejarah (sastra) menja- di tidak kontekstual dan nir-makna.
Politik sastra telah meminggirkan pengarang-pengarang, menimbun karya-karya mereka dalam gudang arsip dan menguning dimakan zaman, serta meneguhkan dominasi satu genre atas genre yang lain. Dengan begitu, lenyaplah "sastrawan marjinal" ini dalam lipatan sejarah. Mereka hanya disimpan oleh orang-orang yang menganggap semua catatan dan karya selalu berarti, dan menjadi rekaman kritis terhadap kondisi sosial politik pada suatu zaman.
Buku "Tempo Doeloe" yang disusun oleh Pramoedya ini bisa menjadi usaha untuk mengurai kembali-secara tidak langsung-politik sastra di masa lalu. Pramoedya memunculkan kembali nama-nama penulis yang sekarang ini terlupakan dan tak tercatat dalam sejarah sastra.
Ada beberapa penulis yang menyumbangkan karyanya dalam buku ini. Mereka adalah F Wiggers, yang menulis kisah "Soerapati Hakim Pengadilan (Bagian keenam dari: Dari Boedak Sampe Djadi Radja"), Tio Ie Soei dengan karyanya "Pieter Elberveld" (Satoe Kedjadian jang Betoel di Betawi), FDJ Pengemanann yang menulis dua cerita, yaitu "Tjerita Rossina" dan "Tjerita Si Tjonat", G Francis dengan kisahnya yang terkenal "Tjerita Njai Dasima", serta H Kommer dengan "Tjerita Kong Hong Nio" dan "Tjerita Nji Paina". Semuanya berkarya di awal abad ke-20.
MENURUT Pramoedya, terhapusnya nama-nama ini-juga karya- karya mereka, kecuali Nyai Dasima yang masih populer hingga sekarang-disebabkan oleh beberapa faktor. Yang pertama, karena pada waktu itu buku belumlah menjadi komoditas, sehingga tidak ada proses cetak ulang terhadap karya-karya yang telah dipublikasikan.
Kedua, karena pada waktu itu kebudayaan Islam sedang mengalami masa keemasan (sebagai pengaruh dari kemenangan pasukan Turki di bawah pimpinan Kemal Pasya), maka ada kecenderungan cerita-cerita yang berbau Eropa agak dilupakan orang, dan berganti dengan cerita- cerita yang penuh nuansa Islami. Dalam hal ini, Pramoedya mengajukan contoh pergeseran cerita dalam komedi Stambul.
Kemudian, faktor ketiga adalah karena penggunaan bahasa Melayu-baik Melayu Pasar maupun Melayu Tinggi-dalam karya-karya ini. Karya dengan bahasa Melayu, terutama Melayu Pasar, oleh pemerintah tak dimasukkan dalam kategori sastra Indonesia.
Pada saat itu yang mempunyai otoritas menentukan mutu karya sastra adalah Balai Pustaka, sebuah badan milik pemerintah, yang tugasnya memproduksi buku bacaan untuk pemeliharaan bahasa Melayu yang diajarkan di sekolah.
Pramoedya mengajak kita melihat wacana yang menjadi inspirasi penulisan sastra di masa lalu, khususnya pada awal abad ke-20. Ini memunculkan pertanyaan-pertanyaan lanjutan: tulisan-tulisan dan kisah-kisah apakah yang dibaca oleh kalangan intelektual dan masyarakat menengah pada waktu itu-karena pastilah yang bisa membaca hanya kalangan menengah-dan bagaimana karya sastra yang dihasilkan pada waktu itu memberikan gambaran yang kontekstual tentang apa yang terjadi pada suatu masa?
Delapan cerita yang ada dalam buku ini menunjukkan bahwa kolonialisme termasuk wacana penting yang mewarnai tema-tema karya sastra, meskipun kemudian hal ini tidak lantas menunjukkan keterkaitan yang langsung antara para penulis dan sikap mereka terhadap kolonialisme. Cerita "Soerapati Hakim Pengadilan", misalnya, menunjukkan simpati mendalam dari F Wiggers terhadap tokoh Untung Soerapati yang dengan gigih terus-menerus mengobarkan perlawanan menentang penjajah Belanda.
Kepahlawanan Soerapati menjadi semakin menonjol dalam cerita ini bukan saja karena pertentangannya dengan penjajah. Melainkan juga karena ia dengan terang-terangan bersikap konfrontatif terhadap para bangsawan yang bersekongkol dengan penjajah dan merugikan rakyat jelata.
Sementara kisah-kisah yang lain menangkap sisi yang berbeda dari kolonialisme. Beberapa di antaranya mengangkat kisah percintaan antara tuan-tuan Belanda dengan perempuan pribumi. Ini adalah isu yang cukup populer pada masa itu, karena biasanya kisah nyai menjadi sumber gosip dalam kehidupan sehari-hari masyarakat.
Kehidupan nyai yang diperbudak oleh tuan Belanda merepresentasikan kisah perempuan yang terampas kebebasannya-meskipun mereka mendapatkan pemenuhan materi yang cukup. Dan kisah nyai ini menjadi inspirasi bagi beberapa kisah yang ditulis sendiri oleh Pramoedya, misalnya dalam "Tetralogi Bumi Manusia" dan "Gadis Pantai".
BUKU ini sengaja diterbitkan dengan bahasa dan ejaan aslinya. Menurut sang penerbit, pilihan untuk tetap mempertahankan ejaan dari masa sebelum ada Ejaan yang Disempurnakan (EYD) ini adalah usaha untuk melihat lebih dalam bagaimana sesungguhnya kekuatan bahasa Melayu Pasar itu dalam anomali bahasa kontemporer.
Kehadiran bahasa Indonesia sendiri adalah representasi sebuah penjelajahan bahasa dalam sejarah pembentukan bangsa. Tentang hal ini, Hilmar Farid (1994) memberikan gambaran tentang bagaimana sejarah bahasa Indonesia memiliki kaitan yang erat dengan pembentukan bangsa, termasuk di dalamnya kaitan bahasa dengan politik kelas dari masa ke masa.
Meskipun pada awal abad ke-20 bahasa Melayu Pasar atau Melayu Rendah digunakan hampir di semua surat kabar yang terbit di Hindia Belanda pada waktu itu, tetapi pada akhirnya pemerintah kolonial mengangkat bahasa Melayu Tinggi yang disusun oleh CA van Ophuijsen sebagai "bahasa yang resmi". Dan bahasa inilah yang akhirnya berkembang terus-menurut Hilmar, nyaris tanpa hambatan-menjadi bahasa yang sekarang ini kita kenal sebagai "Bahasa Indonesia".
Mungkin, karena kita sendiri telah terbiasa dengan ejaan yang disempurnakan, maka akan ada sedikit kesulitan untuk bisa membaca dengan cepat kisah-kisah yang termuat dalam buku ini. Namun pilihan tetap mempertahankan ejaan lama, harus diakui, adalah usaha yang cukup unik dalam usaha mendemokratisasikan bahasa agar kita keluar sejenak dari hegemoni bahasa yang terus-menerus didesakkan negara.
Alia Swastika Anggota KUNCI Cultural Studies Center, Yogyakarta
Search :
Design By KCM
Copyright © 2002 Harian KOMPAS
Subscribe to:
Posts (Atom)